Hari Minggu memang hari yang ditunggu-tunggu oleh semua
anak asrama, termasuk diriku. Setelah seminggu lelah dengan rutinitas sekolah
dan asrama, hari Minggu menjadi kesempatan yang baik untuk mudik dan liburan
bersama keluarga.
Alhamdulillah, akhirnya sampai rumah juga, batinku.
“Ayah,Ibu….Sani pulang….!” Tak ada yang menyahut
panggilanku.
“cklek…,” kubuka pintu.
Aneh, pikirku. Tidak ada orang di rumah, tapi pintu tidak
dikunci. Aku kemudian masuk dan mencari-cari sesuatu yang bisa dijadikan
petunjuk. Benar saja, aku menemukan sesuatu, buku agenda terbuka dengan pulpen
di atasnya.
Sani,,
Ibu dan Ayah sedang di rumah nenek Rumi, ada sesuatu yang harus diselesaikan dan sekarang juga. Tolong jaga adikmu baik-baik dan jangan lupa mengantar Rasta ke sekolah sore. Ibu..
Huft,, hari Minggu pengen libur malah disuruh jadi babysitter, keluhku.
Kubanting buku agenda dan pulpennya ke atas meja. Kuhempaskan tubuhku di atas sofa. Kugembungkan pipiku sebagai ungkapan rasa kesalku.
****************
Adik-adikku baru pulang ketika aku selesai merapikan
ruang tengah dan ruang tamu.
“Kakak,, mau makaaaaannnnn…” Rasta, adikku yang paling
kecil menyapaku dengan rengekan.
“Ambil sendiri di dapur sayang, kakak belum sempat
menyiapkan di meja makan.”
Rasta langsung lari ke dapur, sementara Rani langsung
menyalakan TV tanpa menyapaku. Dia memandangku sekilas dan kembali asyik dengan
TV-nya. Rasta kembali ke ruang tengah dengan sepiring nasi, sayur, lauk, dan sendok garpu di kedua tangannya. Mereka asyik makan berdua
sambil nonton TV dan menganggapku tak ada.
Aku merasa terasingkan karena sikap kedua adikku. Aku
yang dari tadi mencoba mengajak ngobrol mereka sama sekali tak digubris. Mereka
benar-benar menganggapku tak ada. Aku hanya bisa bersungut-sungut menahan marah
dan sedih.
“Kalian di rumah dan jangan kemana-mana!!!! Aku mau ke
rumah bibi Yanti sebentar.”
Rani hanya memandangku sekilas dan kembali menyendok nasinya tanpa menanggapi perintahku. Huft,, sungguh menyebalkan, batinku.
Rani hanya memandangku sekilas dan kembali menyendok nasinya tanpa menanggapi perintahku. Huft,, sungguh menyebalkan, batinku.
***************************
Aku terlalu asyik ngobrol
dengan sepupuku, dan ketika kulihat jam tangan ternyata sudah pukul 15.05. Aku
teringat kalau harus mengantar Rasta ke sekolah sore. Aku segera pamit dan
pulang ke rumah.
Sesampai di rumah, aku sangat terkejut. Ruang tamu dan
ruang tengah yang tadi sudah aku rapikan sekarang telah disulap menjadi kapal
pecah oleh kedua adikku.
“Rani,Rasta…..apa yang Kalian lakukan? Kalian benar-benar
keterlaluan!”
Sepi tak ada jawaban. Kemana mereka, pikirku.
Aku kemudian menuju ke kamar Rani, berharap bisa menemukan kedua adikku sedang tidur di sana. Ketika aku membuka pintu kamar, aku tambah terkejut. Bukan kedua adikku yang ku temukan, tapi kamar kosong yang berantakan, sampah berserakan, dan pecahan celengan ayam tercecer kemana-mana. Kemarahanku benar-benar memuncak sore ini.
Rasta. Aku kembali teringat harus mengantar dia ke sekolah sore sebelum pukul 16.00. Kucoba cari ke rumah budhe, tapi adikku tak ada di sana. Kucari lagi di rumah teman-teman bermainnya, tapi tak ada juga. Aku mencari keliling kampung, tapi tak ketemu juga. Akhirnya aku kembali ke rumah dan memilih menunggu kedua adikku pulang dan siap-siap memarahi mereka.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 17.25 tapi kedua adikku belum pulang juga. Aku mulai resah dan berniat mencari adikku kembali. Ketika aku mau membuka pintu, adikku sudah lebih dulu membukanya dari luar.
“Kalian dari mana saja? Seenaknya mengacak-acak rumah
yang sudah dirapikan dan meninggalkannya.” Aku diam sebentar. Kedua adikku
hanya menunduk.
“Rani, kamu tau nggak
jam berapa sekarang? Dan jam berapa seharusnya Rasta pergi ke sekolah sore?
Malah kamu ajak bermain sampai sore begini. Kamu itu sudah SMP, bukan anak SD
lagi. Bisa nggak memberi contoh yang
baik kepada adikmu? Atau kamu memang sengaja mau membuatku…”
“SELAMAT ULANG TAHUN KAK…” Rani dan Rasta berteriak
sambil mengeluarkan bingkisan yang dari disembunyikan di belakang mereka dan
memberikannya kepadaku.
Aku hanya bengong, terharu, dan malu. Sebuah
kotak foto bersayap dihiasi bunga warna merah yang di tengahnya ada cermin
kecil dan kartu ucapan ulang tahun. Langsung kupeluk kedua adikku.
“Terima kasih adikku sayang, ini hadiah ulang tahun yang
sangat indah dan maaf tadi kakak marah-marah.”
“Maafkan Rani juga Kak, tadi pas kami ke toko untuk
membeli hadiah buat kakak, ternyata uangnya hanya pas untuk beli hadiahnya,
jadi kami pulang jalan kaki sehingga sampai rumah kesorean.”
Air mataku meleleh dan pelukanku semakin erat.
By: Luluk Anisatun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar