Senin, 17 September 2012

Di sudut jalan sebuah kota, saat waktu menunjuk pukul 16.25 waktu setempat, duduk seorang nenek berusia kira-kira 60 tahun dengan mengenakan pakaian lusuh dengan rambut putihnya sedang menyodorkan sebuah baskom ukuran sedang berwarna biru kepada pengendara yang berhenti di lampu merah. Tak hentinya ia menyodorkan mangkok kecilnya kepada para pengendara, dan receh demi receh ia kumpulkan pada hari itu.
Tak lebih dari satu menit, lampu lalu lintas itu memancarakan lampu hijau, dan nenek itu pun kembali ke sudut jalan kemudian duduk sambil menunggu lampu merah kembali menghentikan para pengendara.
Seorang pejalan kaki yang ketika itu melintas di dekat lampu merah, melihat seorang nenek sedang duduk dengan memegang sebuah baskom berwarna biru sambil menatap lampu lalu lintas dengan sebuah pengharapan besar kepadanya.
Seorang pengguna jalan itu kemudian menyibukkan tangannya mencari uang kecil untuk diberikannya kepada nenek itu.
Tak lama, ia menemukan uang kecil dari saku celana kanannya, dan langsung ia berikan uang tersebut kepada nenek itu sambil bertanya :
“Siapa nama nenek?” Tanyanya sambil mengambil posisi duduk tepat di samping nenek itu.
“Warsinih.” Nenek itu menjawab dengan menganggukkan kepalanya sambil menatap wajah pejalan kaki itu.
“Sama siapa nenek di sini?” Tanyanya lagi.
“Nenek sendiri di sini cu.” Nenek itu menjawab dengan masih menatap wajah pejalan kaki itu.
“Di mana tempat tinggalnenek?” Tanyanya lagi seolah ingin tahu lebih tentang nenek itu.
“Di bawah jembatan layang tidak jauh dari sini cu.” Jawab nenek itu sambil menunjuk arah di mana tempat tinggalnya berada.
“Nah loh, kenapa nenek tinggal di bawah jembatan layang? Emang nenek ngga punya tempat tinggal lain selain di situ?”Pejalan kaki itu bertanya dengan mengerutkan dahinya.
“Hhmm.Nenek ngga punya tempat tinggal lain selain di bawah jembatan layang itu cu. Jembatan layang itu adalah tempat di mana nenek bisa berteduh dari derasnya hujan dan teriknya matahari, dan satu-satunya tempat di mana ibu bisa berbaring ketika badan terasa lelah untuk beristirahat sambil menanti pagi mengajak beraktivitas seperti biasa.” Jawab nenek itu dengan lengkapnya.
“Kalau boleh saya bertanya lagi, nenek pasti bukan penduduk asli kota ini, betulkan?”Pejalan kaki bertanya sambil menatap wajah nenek itu dengan rasa ingin tahu yang mendalam.
“Iya cu, nenek memang bukan penduduk asli sini, nenek datang dari sebuah kampung yang jauh dari kota ini untuk merantau mengadu nasib mencari nafkah buat menyambung hidup nenek.” Jawab nenek itu.
“Ou.” Sahut pejalan kaki itu sambil menganggukkan kepalanya.
“Terus, kenapa nenek memilih pekerjaan ini? Kan masih banyak pekerjaan-pekerjaan lain yang sekiranya lebih bisa di pandang terhormat dibandingkan dengan pekerjaan ini!” Tanya pejalan kaki itu dengan mengerutkan dahinya.
“Hhmm.” Nenek itu hanya menghela nafas kemudian diam sambil menundukkan kepala menatap mangkok kecil merah jambunya itu.
“Kok nenek diam?” Tanya pejalan kaki itu penasaran
“Nenek ngga punya pilihan lain selain memilih pekerjaan ini cu, susah untuk mencari pekerjaan di kampung, mungkin hanya ini pula lah yang bisa nenek lakukan di sini, mengingat nenek hanyalah lulusan sekolah rakyat, dan usia nenek pun sudah sangat tua, ngga mampu untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang terlalu berat.” Tambah nenek itu.
“Sudah berapa lama nenek melakukan pekerjaan ini di sini?” Tanyanya lagi.
“Hampir 15 tahun nenek melakukan pekerjaan ini di sini.” Jawabnya.
“Di mana keluarga nenek?” Tanya pejalan kaki itu dengan suara yang lusuh.
Nenek itu langsung terdiam dan menundukkan kepalanya. Ia meneteskan air dari sudut matanya. Ia menangis, tak kuasa menjawab pertanyaan pejalan kaki itu.
Lebih dari satu menit nenek itu mengalirkan air mata melewati pipi keriputnya. Pejalan kaki itu tambah iba dan merasa bersalah kepada nenek itu dengan pertanyaannya tadi. Ia pun sempat panik melihat nenek itu menangis.
Tak lebih dari dua menit,nenek itu pun berhenti mengalirkan air matanya. Namun ia masih terdiam dan tertunduk seperti sedang memikirkan sesuatu yang amat sulit untuk dipecahkan dan tak tahu kepada siapa ia harus mengadu.
“Nenek sudah tidak punya siapa-siapa lagi sekarangcu.” Nenek itu menjawab pertanyaan pejalan kaki tadi dengan tersendat-sendat menahan kesedihan yang amat mendalam.
“20 tahun yang lalu, nenek ditinggal mati oleh suami nenek, dan 2 tahun berselang anak-anak nenek juga meninggalkan nenek tanpa nenek tahu kenapa mereka meninggalkan nenek.” Tambah nenek itu dengan wajah meringis menahan tangis.
“Maafkan saya jika pertanyaan saya membuat nenek bersedih, saya tidak bermaksud seperti itu kok nek.” Sela pejalan kaki itu.
“Iya cu, ngga apa-apa.” Sahut nenek itu.
Tak terasa waktu telah menunjuk pukul 15.45 waktu setempat, nenek itu akhirnya mengakhiri pembicaraan dengan sang pejalan kaki. Nenek itu berpamitan kepada sang pejalan kaki hendak pulang dan beristirahat karena tubuh mulai lelah.
“Nenek pulang dulu ya cu. Hari sudah menjelang maghrib, dan badan nenekjuga mulai pegel-pegel. Nenek mau beristirahat dulu. Terima kasih sudah mau mendengarkan ceritanya nenek.” Nenek itu berpamitan.
“Iya nek, silahkan. Saya juga minta maaf kalau saya sudah mengganggu aktivitas keseharian nenek.” Sahut pejalan kaki itu.
“Hati-hati ya nek?” Tambahnya.
Nenek itu pun pergi meninggalkan sang pejalan kaki sendirian. Pejalan kaki itu masih melihati nenek itu ketika hendak menyeberang jalan.
Tanpa melihat kanan kiri, nenek itu langsung menyeberangi jalan raya kota itu. Tiba-tiba dari arah samping kanannya terlihat sebuah mobil box melaju kencang dan seketika menabrak tubuh nenek itu. Nenek itu terpental lima meter jauhnya.
Pejalan kaki itu menjerit ketika melihat nenek itu di tabrak oleh mobil, dan ia langsung berlari menghampiri nenek itu. Dengan tubuh gemetar, pejalan kaki itu memangku tubuh nenek itu yang telah berlumuran darah. Nenek itu  mengatakan sesuatu kepada pejalan kaki itu.
“Cu, sebelum nenek meninggalkan dunia yang fana ini, nenek ingin mengatakan satu hal yang harus cucu ingat sepanjang hidupmu. Maknailah setiap apa yang cucu lakukan dalam hidup. Karena dengan kita memaknai, kita dapat mengetahui rahasia di balik kehidupan.”Nenekitumengatakannyadenganmenggenggamerattanganpejalan kaki itu.
Setelah mengatakannya kepada pejalan kaki itu,ia menghembuskan nafas terakhirnya. Hal itu menjadi pesan terakhir dari nenek pengemis tua bagi pejalan kaki.

By : Must Sure (MasSuranto)

0 komentar:

your TIME



Translate

Hot Posting

visitors

Followers